Dibalik kata Salam (Assalamualaikum) #2

images (3)

Allah SWT berfirman didalam Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 86: “Bila orang memberi salam kepadamu,jawablah dengan salam yang lebih baik atau dengan yang sepadan. Sungguh Allah selalu memperhitungkan segala sesuatu.”

[QS.An Nisaa’.4;86]

 Demikianlah Allah SWT memerintahkan agar seseorang membalas dengan ucapan yang setara atau yang lebih baik. Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hathim. Suatu hari ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sedang duduk bersama para sahabatnya, seseorang datang dan mengucapkan, “Assalaamu’alaikum.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun membalas dengan ucapan “Wa’alaikum salaam wa rahmah” Orang kedua datang dengan mengucapkan “Assalaamu’alikum wa rahmatullah” Maka Rasulullah membalas dengan, “Wa’alaikum salaam wa rahmatullah wabarakatuh” . Ketika orang ketiga datang dan mengucapkan “Assalaamu’alikum wa rahmatullah wabarakatuhu.” Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menjawab: ”Wa’alaika”. Orang yang ketiga pun terperanjat dan bertanya, namun tetap dengan kerendah-hatian, “Wahai Rasulullah, ketika mereka mengucapkan Salam yang ringkas kepadamu, Engkau membalas dengan Salam yang lebih baik kalimatnya. Sedangkan aku memberi Salam yang lengkap kepadamu, aku terkejut Engkau membalasku dengan sangat singkat hanya dengan wa’alaika.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Engkau sama sekali tidak menyisakan ruang bagiku untuk yang lebih baik. Kerana itulah aku membalasmu dengan ucapan yang sama sebagaimana yang di jabarkan Allah didalam Al-Qur’an.”

   Dengan demikian kita dapat mengambil kesimpulan bahwa, membalas Salam dengan tiga frasa (anak kalimat) itu hukumnya Sunnah, yaitu cara yang dilakukan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Kebijaksanaan membatasi Salam dengan tiga frasa ini karena Salam dimaksudkan sebagai komunikasi ringkas bukannya pembicaraan panjang. Di dalam ayat ini Allah SWT menggunakan kalimat objektif tanpa menunjuk subjeknya. Dengan demikian Al-Qur’an mengajarkan etik membalas penghormatan. Di sini secara tidak langsung kita diperintah untuk saling memberi salam. Tidak adanya subjek menunjukkan bahwa hal saling memberi salam adalah kebiasaan dan wajar yang selalu dilakukan oleh orang-orang beriman. Tentu saja yang mengawali mengucapkan salamlah yang lebih dekat kepada Allah SWT sebagaimana sudah dijelaskan diatas.

Adab menjawab salam dari non muslim.

      Diriwayatkan dari Anas R.A., katanya: Rasulullah Shallallahi ‘Alaihi Wasallam bersabda:” Apabila Ahli Kitab mengucapkan salam kepadamu, maka jawablah kepada mereka :” Waalaikum”. (HR.Bukhari Muslim). Diriwayatkan dari Ibnu Umar R.A., katanya: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:” Sesungguhnya, apabila orang Yahudi mengucapkan salam kepadamu, mereka mengucap:” Assaamualaikum yaitu kematian tetap atas kamu.” Maka jawablah kepada mereka:”Alaika yaitu atas kamu.” (HR.Bukhari Muslim)

Hasan Basri menyimpulkan bahwa:

    “Mengawali mengucapkan salam sifatnya adalah sukarela, sedangkan membalasnya adalah kewajiban” Disebutkan didalam Muwattha’ Imam Malik, diriwayatkan oleh Tufail bin Ubai bin Ka’ab bahwa, Abdullah bin Umar RA biasa pergi ke pasar hanya untuk memberi salam kepada orang-orang disana tanpa ada keperluan membeli atau menjual apapun. Ia benar-benar memahami arti penting mengawali mengucapkan salam.” Pada bahagian kalimat terakhir Surah An-Nisa ayat 86, Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah akan memperhitungkan setiap yang kamu kerjakan.”

Di sini, mendahului memberi salam dan membalasnya juga termasuk yang diperhitungkan. Maka kita hendaknya menyukai mendahului memberi salam. Sama halnya kita harus membalas salam demi menyenangkan Allah SWT dan menyuburkan kasih-sayang diantara kita semua.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam selanjutnya memberikan arahan memberi salam bahwa:

  • Orang yang berkenderaan harus memberi salam kepada pejalan-kaki.
  • Orang yang berjalan kaki memberi salam kepada yang duduk.
  • Kelompok yang lebih sedikit memberi salam kepada kelompok yang lebih banyak jumlahnya.
  • Yang meninggalkan tempat memberi salam kepada yang tinggal.
  • Ketika pergi meninggalkan atau pulang ke rumah, ucapkanlah salam meski tak seorangpun ada di rumah (malaikat yang akan menjawab).
  • Jika bertemu berulang-ulang maka ucapkan salam setiapkali bertemu.

Pengecualian kewajiban menjawab salam:

  • Ketika sedang solat. Membalas ucapan salam ketika solat membatalkan solatnya.
  • Khatib, orang yang sedang membaca Al-Quran, atau seseorang yang sedang mengumandangkan Adzan atau Iqamah, atau sedang mengajarkan kitab-kitab Islam.
  • Ketika sedang buang air atau berada di bilik mandi

Selanjutnya, Allah SWT menerangkan keutamaan salam didalam surat Al-An’aam ayat 54: “Jika orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami (Al-Qur’an) datang kepadamu, ucapkanlah “Salaamun’alaikum (selamat-sejahtera bagimu)”, Tuhanmu telah menetapkan bagi diri-Nya kasih-sayang. (Iaitu) Bahwa barangsiapa berbuat kejahatan karena kejahilannya (tidak tahu/bodoh) kemudian dia bertaubat setelah itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

       Di ayat ini Allah SWT memerintah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sehubungan dengan orang-orang beriman yang miskin, yang hampir semuanya menumpang tinggal di tempat para sahabat. Walaupun orang-orang kafir yang kaya meminta agar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengusir para dhuafa’ itu supaya orang-orang kaya itu bisa bersama Rasulullah, Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk menyambut para dhuafa’ Muslim itu dengan ‘Assalamu ‘alaikum’ pada sa’at kedatangan mereka. Hal ini mengandung dua arti: Pertama, menyampaikan penghormatan dari Allah SWT kepada mereka. Ini adalah kehormatan dan penghargaan yang tinggi bagi Muslim yang miskin dan tulus hati. Perlakuan ini menguatkan hati dan menambah semangat mereka. Arti ke-dua, menyampaikan sambutan yang baik yang pantas mereka terima, atas izin Allah SWT, dengan nyaman, damai dan tenang, meskipun jika mereka membuat beberapa kesalahan.

    Semoga Allah SWT menganugerahi kita kesanggupan untuk melaksanakan pengucapan salam dengan semangat Islami yang lurus didalam hidup kita sehari-hari dan dengan melaksanakannya menumbuhkan kasih-sayang dan persatuan diantara kita. Aamiin.

1.(Inggris) Ditulis oleh Imtiaz Ahmad M. Sc., M. Phil. (London) Diterjemahkan oleh Ir. Gusti Noor Barliandjaja and Muhammad Arifin M.A. (Madinah)

2.Imam Agung Wicaksono (Dari sumber buku Al Lu’lu wal Marjan Hadis Shahih Bukhari Muslim.Penerbit Jabal)

Tinggalkan komentar